Senin, 21 Mei 2012

Studi Kasus: Kejahatan Di Dunia Perbankan

Oleh : Sarah Gita Aristi
NIM : 12095664

Jakarta – Skandal Melinda Dee dan Bank Mega-Elnusa seharusnya menjadi bahan pelajaran bagi dunia perbankan untuk memperbaiki diri. Salah satunya dengan perbaikan data pelanggaran perbankan yang masih lemah. Selain itu juga diperkuat dengan ‘biro kredit’ yang akan berbagi informasi profil nasabah kepada perbankan.
Hal itu mengemuka dalam diskusi ‘Kejahatan Perbankan’di Graha Niaga, Jl Jenderal Sudirman, Senin (2/5/2011). Hadir sebagai pembicara, pengamat perbankan Jos Luhukay dan pendiri Strategic Indonesia Christovito Wiloto.
“Dunia perbankan tidak berhenti dirongrong oleh tindak kejahatan. Apalagi kalau sudah terjadi kolusi antara frauder atau broker, nasabah dan orang dalam bank. Itu sudah menjadi segitiga yang sulit bagi bank menutup diri (dari serangan kejahatan). (Kalau itu terjadi), Itu sudah susah banget mendeteksi dan mengatasi,” kata Jos Luhukay.
“Tetapi bukan berarti tanpa solusi. Ada mekanisme ‘automatic control audit’ seperti memperbaiki data pelanggaran. Ini sangat teknis namun efektif. Itu seperti seseorang yang biasa naik pesawat kelas ekonomi, tiba-tiba naik first class. Sistem akan curiga dan memastikan, apakah benar Anda yang akan naik atau kartu Anda dipakai oleh orang lain,” imbuh mantan Presdir Lippo Bank tersebut.
Jos menambahkan, dengan memperkuat data pelanggaran yang berbasis komputer, kejahatan dapat diminialisir. Sebab, dengan jumlah transaksi harian mencapai 10 juta transaksi diseluruh perbankan, sulit mendeteksi kalau hanya mengandalkan pola konvensional. “Perharinya sekarang mencapai 10 juta transaksi. Ada satu saja kejahatan, sulit dideteksi kalau hanya mengandalkan model yang sekarang. Dari ribuan bank (di Indonesia) hanya beberapa yang sudah menerapkan. Itu pun belum secara menyeluruh,” imbuhnya. “Jadi kalau biasa melakukan transaksi Rp 20 juta tetapi tiba-tiba transaksi Rp 2 miliar, sistem akan me-lock. Akan mengunci otomatis. Karena diluar kebiasaan,” tandas Jos.
Saat ini, untuk memantau aktivitas transaksi yang disesuaikan dengan profil nasabah dipegang oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Juga otoritas pengawas perbankan yakni Bank Indonesia.
Sejumlah kasus korupsi dan kejahatan perbankan menunjukan bank seakan menutup mata dengan membiarkan transaksi di luar profil nasabah. Seperti anak terpidana korupsi Bahasyim Assifie yang masih mahasiswa tetapi dapat memiliki lalu-lintas rekening hingga ratusan miliar rupiah. Juga Gayus Tambunan yang hanya pegawai negeri golongan III A tetapi mempunyai rekening puluhan miliar.
“Itu seharusnya menjadi pelajaran bagi bank supaya tidak terantuk batu yang sama. Negara kecil sepeti Nepal, Bhutan dan Mongolia sudah mempunyai (sistem) itu. Juga biro kredit yang menyediakan informasi lengkap tentang nasabah, informasi yang asimetris,” tandas Jos yang berkali-kali menyesalkan kasus kasus perbankan seperti Melinda Dee dan Elnusa tersebut.
Saran-saran agar kejadian tersebut tidak terulang kembali:
·         Sebaiknya segera dilakukan audit sistem teknologi yang diterapkan seluruh perbankan. Kartu ATM yang ada saat ini masih belum cukup aman dari penggandaan kode rahasia.
·         Untuk mencegah terjadinya kejahatan tersebut, maka solusi yang dapat dilakukan dengan mengimplementasi  security  pada  switch
·         Meningkatkan infrastruktur di dalamnya.
·         Melakukan penyesuaian dan perbaikan terhadap sistem keamanan jaringan yang berstandar nasional dan internasional.
·         Diperlukan serangkaian undang – undang yang mengatur masalah yang berkaitan dengan pemanfaatan Komputer, Teknologi Informasi, Internet, dan Telekomunikas
·         Menciptakan kontrol internal yang bagus dan dipercaya.
·         Memberikan informasi dan penyuluhan kepada para nasabah tentang kbijakan perbankan.
·         Menetapkan peraturan perbankan termasuk ketentuan-ketentuan perbankan yang memuat prinsip-prinsip kehati-hatian.
·         Memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu dari bank, memberikan izin pembukaan, penutupan dan pemindahan kantor bank, memberikan persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bank.
·         Melaksanakan pengawasan bank secara langsung dan tidak langsung.
·         Mengenakan sanksi terhadap bank sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
·         ngendalian pengamanan (security control)
·         Bank harus melakukan langkah-langkah yang memadai untuk menguji keaslian (otentikasi) identitas dan otorisasi terhadap nasabah yang melakukan transaksi melalui internet banking.
·         Bank harus menggunakan metode pengujian keaslian transaksi untuk menjamin bahwa transaksi tidak dapat diingkari oleh nasabah (non repudiation) dan menetapkan tanggung jawab dalam transaksi internet banking.

Studi Kasus: Pembobolan Dana Nasabah Bank

Oleh : Fera Putri Ardiani
NIM : 12095659
 
JAKARTA – Masyarakat resah melihat kasus pembobolan dana nasabah di bank yang intensitasnya meningkat sejak awal 2011. Kasus-kasus yang terjadi dalam rentang waktu berdekatan ini pun berdampak pada makin kurangnya kepercayaan publik terhadap perbankan.
Dengan begitu, pengamat perbankan Mirza Adityaswara mengatakan, masyarakat akan lebih berhati-hati menggunakan layanan perbankan setelah mencuatnya kasus-kasus yang terjadi. “Masyarakat yang semula kurang awas, akan lebih waspada,” katanya, Ahad (2/5).
Mirza berpendapat sistem perbankan yang ada saat ini memang belum sempurna. Ini, jelas dia, bukan hanya terlihat dari sisi pegawai bank, melainkan juga nasabah. “Jangan tergoda melakukan penyelewengan,” katanya.
Tony Prasetyantono, pengamat perbankan, mengatakan berkurangnya kepercayaan publik pasti akan terjadi menyusul berbagai kasus tersebut. Namun, nasabah belum sampai pada satu tindakan menarik uangnya besar-besaran. Karena, jelas Tony, nasabah tidak memiliki pilihan lain yang lebih baik untuk menempatkan uangnya.
Sejauh ini, ujar Tony, bank masih dinilai sebagai tempat terbaik menyimpan aset. “Apalagi yang bersifat likuid, seperti rekening giro dan tabungan,” katanya. “Namun, nasabah akan lebih se-lektif memilih bank.”
Nasabah, lanjut dia, juga akan lebih memantau rekeningnya agar luput dari pembobolan. Tony menilai, kejahatan perbankan yang terjadi belakangan lebih mengarah pada kesalahan kolektif. Penyebabnya, ia menjelaskan, muncul dari sisi perbankan, nasabah, Bank Indonesia, maupun aturan hukumnya.
Tony mencontohkan, bank kerap menyembunyikan penyimpangan karena takut reputasinya rusak, sedangkan nasabah tidak aktif memantau rekening miliknya. Sementara, BI memiliki keterbatasan dalam memantau banyaknya perbankan yang ada di Tanah Air. “Hukuman terhadap pelaku fra ud juga ku-rang maksimal sehingga kurang menimbulkan efek jera,” jelasnya.
Saat ini. Direktorat Kriminal Khusus (Ditkrimsus) Polda Metro Jaya sedang menangani sembilan kasus perbankan sejak Januari 2011. Bulan lalu, dana deposito milik PT Elnusa Rp 111 miliar di Bank Mega dicairkan tanpa seizin manajemen perusahaan tersebut dengan pelaku melibatkan orang dalam bank. Sebelumnya, simpanan nasabah prioritas Citibank dibobol oleh karyawan bank asing tersebut yang bernama Inong Malinda alias Malinda Dee.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Baharudin Djafar mengatakan, kasus pembobolan bank tak ha-nya terjadi di bank swasta. Menurutnya, akhir pekan lalu, bank milik negara pun tak luput dari jarahan oknum pegawainya yang nakal. Dari sembilan kasus perbankan itu, polisi berhasil menangkap 30 tersangkanya.
Kasat Fiskal, Moneter, dan Devisa Ditkrimsus Polda Metro Jaya AKBP Arismunandar menambahkan, kasus pembobolan dana perbankan biasanya melibatkan orang dalam bank. Sementara itu, Corporate Secretary BSB, Evi Yulia Kurniawati, mengatakan pihaknya menjalankan tata tertib sesuai standar dan memperketat kontrol internal agar terhindar dari kejahatan perbankan.

Saran-saran agar kejahatan serupa tidak terulang:
·         Dalam kasus diatas sebaiknya para nasabah harus lebih berhati-hati dan sebaiknya pihak perbankan memberikan penyuluhan kepada para nasabah.
·         Selain itu dunia perbankan wajib melakukan edukasi kepada nasabah tentang masalah yang sering terjadi. Edukasi tersebut diberikan setidaknya bagi nasabah baru dalam  menggunakan fasilitas perbankan.
·         Melakukan perbaikan atas lemahnya sisem keamanan jaringan.
·         saatnya otoritas mengurus sistemik real, karena kalau bank saja tidak dipercaya masyarakat krisis akan berlanjut ke masalah krisis perbankan seperti yang ditakutkan sekarang ini.
·         Memperkuat infrastruktur perbankan.

Studi Kasus: Pencurian Dana dengan Kartu ATM Palsu

Oleh : Bhre Wikramawardhana
NIM : 12095656
Sumber : ANTARA News 

Jakarta (ANTARA News) – Sekitar 400 juta yen (Rp.44 miliar) deposito di enam bank di Jepang telah ditarik oleh kartu-kartu ATM palsu setelah informasi pribadi nasabah dibocorkan oleh sebuah perusahaan sejak Desember 2006, demikian harian Yomiuri Shimbun dalam edisi onlinenya, Rabu.
Bank-bank yang kini sedang disidik polisi adalah Bank Chugoku yang berbasis di Okayama, North Pasific Bank, Bank Chiba Kogyo, Bank Yachiyo, Bank Oita, dan Bank Kiyo. Polisi menduga para tersangka kriminal itu menggunakan teknik pemalsuan baru untuk membuat kartu ATM tiruan yang dipakai dalam tindak kriminal itu. Pihak Kepolisian Metropolitan Tokyo meyakini kasus pemalsuan ATM ini sebagai ulah komplotan pemalsu ATM yang besar sehingga pihaknya berencana membentuk gugus tugas penyelidikan bersama dengan satuan polisi lainnya.
Berdasarkan sumber kepolisian dan bank-bank yang dibobol, sekitar 141 juta yen tabungan para nasabah telah ditarik dari 186 nomor rekening di North Pasific Bank antara 17–23 Oktober 2007. Para nasabah bank-bank itu sempat mengeluhkan adanya penarikan-penarikan dana dari rekening mereka tanpa sepengetahuan mereka. Kejadian serupa ditemukan di bank Chugoku dan Bank Chiba. Dalam semua perkara itu, dana tunai telah ditarik dari gerai-gerai ATM di Tokyo dan Daerah Administratif Khusus Osaka, yang letaknya jauh dari tempat para pemilik rekening yang dibobol. Polisi yakin peristiwa serupa menimpa bank-bank lainnya.
Uniknya, tidak satu pun dari para pemilik rekening itu kehilangan kartu ATM-nya. Dalam kasus Bank Oita misalnya, salah satu kartu ATM telah digunakan untuk menarik dana meskipun pemilik rekening tidak memiliki kartu ATM. Para pemilik rekening juga diketahui tinggal di tempat yang berbeda-beda dan tidak menggunakan kartu-kartu ATM yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa teknik “skimming” atau “pembacaan sepintas” tidak digunakan untuk mengakses informasi dalam ATM.
Sampai berita ini diturunkan, polisi masih menyelidiki teknik dan metode yang pelaku gunakan dalam melakukan serangkaian pembobolan ATM tersebut. Namun, polisi telah berhasil menemukan satu benang merah, yaitu dimana sebagian besar pemilik rekening yang dibobol itu adalah anggota satu program yang dijalankan olah sebuah perusahaan penjual produk makanan kesehatan yang berbasis di Tokyo.

Analisa Kasus:
Dari rangkuman berita diatas, dapat ditarik beberapa kesimpulan, antara lain:
·         Pembobolan dana rekening tersebut kemungkinan besar dilakukan oleh orang dalam perusahaan atau orang dalam perbankan dan dilakukan lebih dari satu orang.
·         Karena tidak semua pemilik rekening memiliki hubungan dengan perusahaan tersebut, ada kemungkinan pembocoran informasi itu tidak dilakukan oleh satu perusahaan saja, mengingat jumlah dana yang dibobol sangat besar.
·         Modusnya mungkin penipuan berkedok program yang menawarkan keanggotaan. Korban, yang tergoda mendaftar menjadi anggota, secara tidak sadar mungkin telah mencantumkan informasi-informasi yang seharusnya bersifat rahasia.
·         Pelaku kemungkinan memanfaatkan kelemahan sistem keamanan kartu ATM yang hanya dilindungi oleh PIN.
·         Pelaku juga kemungkinan besar menguasai pengetahuan tentang sistem jaringan perbankan. Hal ini ditunjukkan dengan penggunaan teknik yang masih belum diketahui dan hampir bisa dapat dipastikan belum pernah digunakan sebelumnya.
·         Dari rangkuman berita diatas, disebutkan bahwa para pemilik yang uangnya hilang telah melakukan keluhan sebelumnya terhadap pihak bank. Hal ini dapat diartikan bahwa lamanya bank dalam merespon keluhan-keluhan tersebut juga dapat menjadi salah satu sebab mengapa kasus ini menjadi begitu besar.

Dari segi sistem keamanan kartu ATM itu sendiri, terdapat 2 kelemahan, yaitu:
      1.      Kelemahan pada mekanisme pengamanan fisik kartu ATM.
Kartu ATM yang banyak digunakan selama ini adalah model kartu ATM berbasis pita magnet. Kelemahan utama kartu jenis ini terdapat pada pita magnetnya. Kartu jenis ini sangat mudah terbaca pada perangkat pembaca pita magnet (skimmer).

      2.      Kelemahan pada mekanisme pengamanan data di dalam sistem.
Sistem pengamanan pada kartu ATM yang banyak digunakan saat ini adalah dengan penggunaan PIN (Personal Identification Number) dan telah dilengkapi dengan prosedur yang membatasi kesalahan dalam memasukkan PIN sebanyak 3 kali yang dimaksudkan untuk menghindari brute force. Meskipun dapat dikatakan cukup aman dari brute force, mekanisme pengaman ini akan tidak berfungsi jika pelaku telah mengetahui PIN korbannya.

Saran Penulis:
·         Melakukan perbaikan atau perubahan sistem keamanan untuk kartu ATM. Dengan penggunaan kartu ATM berbasis chip misalnya, yang dirasa lebih aman dari skimming. Atau dengan penggunaan sistem keamanan lainnya yang tidak bersifat PIN, seperti pengamanan dengan sidik jari, scan retina, atau dengan penerapan tanda tangan digital misalnya.
·         Karena pembobolan ini sebagiannya juga disebabkan oleh kelengahan pemilik rekening, ada baiknya jika setiap bank yang mengeluarkan kartu ATM memberikan edukasi kepada para nasabahnya tentang tata cara penggunaan kartu ATM dan bagaimana cara untuk menjaga keamanannya.